Gaya Komunikasi Pria dan Wanita

Halo, kawan-kawan! Pasti udah lama nih, nunggu-nunggu tulisan yang mungkin belum banyak diketahui dan dipelajari dalam membangun komunikasi. Sekarang kita akan melihat satu hal yang menarik mengenai komunikasi. Kita akan mengetahui bahwa pria dan wanita memiliki gaya komunikasi yang cenderung berlainan, baik dalam organisasi, dunia kerja, maupun kehidupan sehari-hari. Yuk, kita simak!



“Anda tidak memahami apa yang saya sedang katakan dan Anda tidak pernah mendengarkan! Anda melakukan banyak hal yang sia-sia.” Apakah Anda pernah mengatakan atau mendengar
pernyataan itu atau yang seperti itu dari teman lain jenis? Kebanyakan dari kita mungkin pernah! Riset menunjukkan kepada kita bahwa pria dan wanita cenderung mempunyai gaya komunikasi yang berbeda. Mari kita lihat lebih dekat lagi perbedaan gaya itu dan masalah yang dapat muncul serta berusaha untuk mencari cara meminimalkan penghalang itu.

Deborah Tannen telah mempelajari cara pria dan wanita berkomunikasi dan melaporkan beberapa perbedaan yang menarik. Inti dari risetnya adalah pria terbiasa berbicara guna menekankan status, sementara wanita menggunakan pembicaraan untuk menciptakan hubungan. Ia menyebutkan bahwa komunikasi antara jenis kelamin yang lain dapat menjadi tindakan penyeimbang yang berkelanjutan untuk menyatukan sejumlah kebutuhan kita yang bertentangan untuk keintiman, yang menuntut kedekatan dan kebersamaan, dan kemandirian, yang menekankan keterpisahan dan perbedaan. Tidak heran, kemudian, masalah komunikasi muncul! Wanita berbicara dan mendengar bahasa hubungan dan keintiman. Pria mendengar dan berbicara bahasa status dan kemandirian. Bagi banyak pria, percakapan hanyalah cara untuk menjaga kemandirian dan mempertahankan status dalam tingkatan hierarki sosial. Bagi banyak wanita, percakapan adalah negosiasi untuk memperoleh kedekatan dan mencari dukungan serta konfirmasi. Mari kita lihat beberapa contoh apa yang telah digambarkan oleh Tannen tersebut.

Pria sering mengeluh bahwa wanita berbicara terus-menerus tentang masalahnya. Wanita, namun demikian, mengkritik pria karena tidak mendengarkan. Apa yang terjadi adalah ketika pria mendengar wanita berbicara tentang masalahnya, ia kadang menyisipkan keinginannya akan kebebasan dan kendali dengan menawarkan solusi. Banyak wanita, sebaliknya, memandang membicarakan suatu masalah sebagai cara untuk meningkatkan keakraban. Wanita berbicara tentang suatu masalah untuk memperoleh dukungan dan hubungan, bukan untuk memperoleh nasihat pria.

Ini contoh lainnya: Pria sering lebih langsung dalam percakapan daripada wanita. Seorang pria mungkin berkata, “Saya kira Anda keliru dalam hal itu.” Seorang wanita mungkin berkata, ”Sudahkah Anda meliaht laporan riset departemen pemasaran tentang masalah itu?” Maksud dari komentar wanita itu adalah laporan itu akan menunjukkan kekeliruan pria tersebut. Pria sering salah memahami ketidaklangsungan wanita sebagai “suka menyimpan rahasia” atau “tak suka berterus terang,” tetapi wanita tidak begitu memerhatikan status dan kemandirian seperti pria yang keterampilannya memanfaatkan orang lain sering tercipta dari keterusterangan itu.

Akhirnya, pria sering mengkritik wanita karena tampaknya memaafkan sepanjang waktu. Pria cenderung melihat kalimat “Saya minta maaf” sebagai tanda kelemahan karena mereka menafsirkan kalimat itu dengan arti wanita menerima kesalahan, di mana ia tahu bahwa wanita itu sebenarnya tak bersalah. Wanita juga tahu ia tak bersalah. Tetapi, ia biasa menggunakan kata “Saya minta maaf” untuk mengungkapkan penyesalannya: “Saya tahu Anda pasti merasa sangat menyesal tentang ini dan saya juga.”

Karena komunikasi yang efektif di antara lawan jenis adalah penting dalam semua organisasi, bagaimana cara kita mengelola perbedaan gaya komunikasi tersebut? Untuk menjaga perbedaan jenis kelamin dari penghalang dan menjadikannya sebagai komunikasi yang efektif, dibutuhkan penerimaan, pemahaman, dan komitmen untuk berkomunikasi secara adaptif satu sama lain. Baik pria maupun wanita perlu mengetahui bahwa ada perbedaan gaya komunikasi, bahwa satu gaya tidak lebih baik daripada yang lainnya, dan dibutuhkan usaha yang sungguh-sungguh untuk “berbicara” satu sama lain dengan sukses.

Semoga bermanfaat bagi Anda yang mau belajar dalam menjalin komunikasi dengan mitra, rekan kerja, partner, atau teman lawan jenis!



Sumber: Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, “Manajemen Edisi Kedelapan/Jilid 1”, Indeks,       2007, h. 318.

Ditulis oleh: Sugma Tangguh Pamungkas

0 komentar:

Posting Komentar